Jumat, 30 November 2012

Mentari Baumann

Mentari Baumann Politikus Muda Swis asal Indonesia
Dari penampilan dan gayanya serta raut muka dan mimiknya saat ngobrol jelas terlihat bahwa umurnya baru belasan tahun. Dia tampak cuek dan tanpa beban. Namun, kalau sudah bicara politik, ekspresinya yang masih sering terlihat kekanak-kanakan itu pun berubah, mendadak serius dan menggebu. Dialah Mentari Baumann, gadis kelahiran Swiss, 22 Agustus 1993. Umurnya memang baru 18 tahun 2 bulan. Meski bisa dibilang masih bau kencur, kalau sudah urusan politik, dia seolah tak mau kalah oleh para seniornya yang pantas menjadi bapak dan kakeknya. “Sorry to keep you waiting. Sebab, saya juga baru memilih surat suara. Tentu saya memilih nama saya sendiri,” katanya sembari tersenyum kepada Jawa Pos yang menunggunya di rumah makan Rosengarten, Bern. “Laugh or cry, hasil pemilu saya terima dengan senang hati. Kalau saya tidak dipilih, pasti pemilih melihat karena saya masih muda dan masih banyak kesempatan,” sambungnya. Menjelang pemilu Swiss, nama Mentari memang pernah menjadi bahan pembicaraan di negara yang berbatasan dengan Prancis, Jerman, dan Italia tersebut, terutama di kanton Bern, yang notabene merupakan ibu kota Swiss. Setidaknya, itu terjadi setelah koran Berner Zeitung meng-upload video hasil wawancara dengan Mentari di edisi online-nya meski hanya berdurasi 60 detik. Maklum, Mentari adalah calon anggota parlemen yang diajukan oleh partainya dari wilayah Bern (semacam daerah pemilihan), tempat Mentari berdomisili. Di surat suara, nama Mentari tertulis sebagai caleg bernomor urut 17 dari Partai Jungfreisinnige Sudost (Jf-So). Jf-So adalah under bow di bidang kepemudaan dari salah satu partai penguasa di pemerintahan Swiss, yakni FDP (Partai Liberal Radikal) yang sekarang memiliki 31 wakil di parlemen. “Kans saya untuk terpilih memang tidak besar. Sebab, di wilayah Bern saja, total ada 662 calon anggota parlemen,” paparnya. Sulung di antara dua bersaudara anak pasangan Hams Baumann (Swiss) dan Rita Baumann (Flores) yang pernah berlibur ke Indonesia itu mengatakan bahwa sebelum mengenal politik, dirinya memang tertarik di bidang kepemimpinan. Bakat tersebut muncul ketika dia menginjak kelas 2 sekundarschule atau setingkat SMP. Saat itu dia mencalonkan diri menjadi ketua organisasi pelajar di sekolahnya (semacam OSIS) dan akhirnya terpilih. Kala itu, jelas gadis yang suka menggerai rambutnya tersebut, salah seorang guru SMP-nya sering bercerita tentang kepemimpinan dan perpolitikan. “Dari situ, saya mulai tertarik terhadap politik dan baca banyak buku politik. Sampai papa dan mama bingung, apakah saya mampu jadi ketua,” ujarnya. Mentari menuturkan, pengalaman di organisasi level sekolah tersebut membuatnya belajar mandiri. Karena itu, selepas sekolah setingkat SMP, dia memutuskan tidak mau membebani orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah setingkat SMA. Lalu, diputuskan dia melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan dengan hanya masuk sekolah dua hari dan praktik kerja tiga hari di Departemen Luar Negeri Swiss. Dari situ, selain bisa bersekolah gratis, setiap bulan dia mendapat gaji Fr 1.300 atau sekitar Rp 13 juta. Uang tersebut, selain bisa diberikan kepada ibunya dengan alasan sebagai uang ganti makan di rumah, dimanfaatkan untuk menyalurkan hobinya sebagai aktivis pemuda dan kegemaran berorganisasi. Hingga akhirnya, Mentari dilamar organisasi kepemudaan FPD, salah satu partai penguasa di pemerintahan Swiss. Menurut gadis yang bisa menari Bali dan suka baju batik tersebut, sejak aktif di partai, dirinya memang sangat berminat menjadi caleg. Namun, sebenarnya, targetnya bukan Pemilu 2011. Tetapi, minimal Pemilu 2015 (pemilu Swiss dihelat empat tahun sekali). Namun, beberapa hari sebelum pencalegan, dia kaget ketika tiba-tiba ditelepon salah seorang petinggi partainya. Dia diberi tahu bahwa namanya sudah layak dimasukkan menjadi caleg. “Katanya, saya sudah layak sebagai representasi anak muda. Akhirnya, saya terima saja karena tidak mungkin menolak keinginan partai. Saya juga berpikir bahwa saya menjadi calon anggota parlemen termuda karena umur saya baru 18 tahun,” ungkap dia. Menurut aturan Komisi Pemilihan Swiss, seorang caleg minimal berumur 18 tahun dengan alasan batas usia sudah dewasa. Namun, faktanya, selama ini jarang ada caleg yang berumur 18 tahun. Rata-rata, yang sudah resmi menjadi caleg minimal berusia 20 tahun. Setelah resmi menjadi caleg pun, Mentari mengatakan melakukan berbagai persiapan menjelang pemilu. Tentu saja soal kampanye untuk mendulang suara. Namun, karena aturan kampanye di Swiss menyatakan tidak ada pengerahan massa, Mentari hanya mengikuti jadwal kampanye partainya, yang sekadar melakukan dialog dan pemasangan foto. Itu pun, terang dia, dirinya hanya bertugas membuat konsep-konsep tentang pelayanan publik di Swiss tanpa harus memaparkannya secara langsung kepada para calon pemilih. Lantas, apa yang melatarbelakangi keinginannya menjadi anggota parlemen? Penyuka masakan pedas tersebut menjelaskan, bagi dirinya, banyak anggota parlemen sekarang yang sudah tua dan konservatif. Bukan itu saja. Mereka juga cenderung anti pemikiran dan masukan anak muda. Bahkan, yang menyakitkan, ide-ide anak muda Swiss seperti dia dan beberapa kelompok aktivis kepemudaan lain sering dianggap sebagai sampah yang tak perlu dilihat. “Padahal, kami berpikir panjang. Misalnya, kebijakan Schengen yang memperbolehkan pekerja dari luar Swiss bekerja di sini,” ujarnya. Akibatnya, banyak pekerja dari Jerman, Prancis, dan Italia yang mau dibayar murah di Swiss. Nanti, semakin lama, banyak karyawan dari luar. “Juga, yang terancam kan anak-anak muda. Sebab, perusahaan tentu memilih yang mau digaji kecil. Padahal, asuransi di Swiss sekarang tiap tahun naik terus,” paparnya, bersemangat. Dengan dasar itulah, Mentari tetap bertekad sampai kapan pun akan berusaha menjadi anggota parlemen. Karena kengototan tersebut, dia beberapa kali ditawari partai lain untuk memperkuat kelompok pemuda partai yang menawarinya. Namun, dia menyatakan tetap loyal dengan partainya saat ini. “Saya cukup menjadi anggota parlemen saja. Bukan menjadi pemerintah, apalagi presiden. Sebab, tujuh orang yang duduk di pemerintahan itu tetap dikendalikan parlemen dari partai masing-masing. Mereka tinggal menyetujui saja aturan-aturan. Yang membuat aturan tetap parlemen. Karena itu, saya hanya ingin duduk di parlemen,” ungkapnya. Kengototan dan kegigihan Mentari terjun di dunia politik tersebut juga dibenarkan oleh ibunya, Rita. Sebagai orang tua, dia menyatakan tetap mendukung keinginan anak sulungnya tersebut. Meski begitu, dia tetap mewanti-wanti Mentari agar berhati-hati dalam melakukan aktivitas organisasi maupun politik. “Saya sudah bilang sebelumnya, fondasi kamu harus kuat. Harus dari bawah, jangan langsung naik ke atas biar fondasinya tidak rapuh. Lha kok tiba-tiba dia sudah menjadi calon anggota parlemen. Tapi, kalah pun, saya tetap bangga. Sebab, jalan dia masih sangat panjang,” ujar Rita, yang tinggal di Swiss sejak September 1992. Kampanye dan pemilu di Swiss berlangsung tanpa hiruk pikuk, berbeda dengan yang umumnya terjadi di negara lain, termasuk Indonesia. Seperti yang disaksikan oleh Jawa Pos di beberapa TPS (tempat pemungutan suara), warga dengan santai dan tertib memberikan suara untuk calon anggota parlemen. Pemerintahan yang menganut sistem demokrasi langsung federal parlementer membuat atmosfer persaingan partai maupun calon anggota parlemen tidak begitu terasa. Pemilu di Swiss yang berlangsung empat tahun sekali hanya memilih 200 anggota parlemen untuk menjadi dewan nasional. Juga, memilih dewan negara yang terdiri atas 46 anggota yang mewakili 26 kanton. Berikutnya, anggota parlemen tersebut memilih tujuh orang di antara mereka sesuai dengan kesepakatan untuk dijadikan anggota kabinet atau menteri. Tujuh orang itulah yang secara bergiliran menjadi presiden dan wakil presiden sesuai dengan kesepakatan. Bukan berarti presiden dan wakil presiden lebih tinggi daripada yang lain. Tetapi, sifatnya hanya mewakili, terutama untuk keperluan hubungan luar negeri. Sumber: jpnn.com Dua hal yang membuat wajah Mentari Baumann selalu berbinar – binar, yakni membincang soal politik dan Indonesia. Kegagalannya meraih kursi parlemen di Swiss dalam pemilihan umum tahun lalu, tak membuatnya luruh asa. Ditemui di sebuah kafe di kota Bern, Swiss, gadis yang terlahir dari ibu asli Indonesia dan ayah dari Swiss ini, menggebugebu menceritakan rencananya untuk menghadapi pemilihan umum mendatang. “Saya masih muda, punya lebih banyak energi dan cepat belajar politik,” kata Mentari. Baginya, menapaki dunia politik dan berkarir sebagai politisi tidaklah berat. “Yang penting harus konsentrasi dan penuh totalitas,” ujarnya. Kini, ia rajin menabung dari gajinya sebagai pekerja di kantor Departemen Luar Negeri Swiss. Ia meyakini, karir politiknya tak bakal optimal jika secara finansial tidak kuat dan mandiri. “Menjadi anggota parlemen Swiss adalah impian saya,” kata politisi muda andalan FDP (Partai Liberal Radikal) ini. Meski lahir di Swiss pada 22 Agustus 1993 silam, tak membuatnya kehilangan jangkar dengan Indonesia. Penggemar sate ayam dan bolu kukus ini, hingga kini masih suka menikmati alunan suara Sherina. “Suaranya bagus dan pintar main film,” ujarnya senyampang memuji Sherina. Toh, bahasa Indonesianya juga lancar karena hampir setiap tahun ia berlibur ke Bali. Sumber : http://www.prioritasnews.com/2012/07/04/parlemen-impian/

Dr Budi Setiyono dan Priyatno Harsasto MA

Dr Budi Setiyono dan Priyatno Harsasto MA Konsultan Politik National League for Democracy (NLD) Myanmar Dua orang dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Dr Budi Setiyono dan Priyatno Harsasto MA diminta memberikan konsultasi politik bagi partai National League for Democracy (NLD) di Myanmar. Konsultasi itu diberikan atas permintaan langsung dari tokoh gerakan politik Aung San Suu Kyi. Keduanya ditugaskan untuk memberikan asistensi bagi NLD dalam mengembangkan kapasitas partai dan mengawal agenda transisi demokrasi di negeri junta militer tersebut. ”Permintaan disampaikan melalui salah seorang pengusaha Indonesia yang sukses mengembangkan bisnis di Myanmar,” kata Budi Setiyono. NLD menilai proses transisi demokrasi di Indonesia berhasil sehingga mereka tertarik untuk belajar dari pengalaman negeri Indonesia. Selain itu, Indonesia juga dinilai sukses dalam mengatasi berbagai macam konflik dalam negeri dan separatisme, sehingga perlu dijadikan contoh. Memberi Pelatihan Dalam beberapa bulan ke depan, kedua dosen akan melatih anggota DPR (Lower House) dari NLD, membuat anggaran dasar, rencana strategis partai, serta membuat desain dan kurikulum pelatihan bagi partai NLD. Selama 1-8 Juni, Budi tengah melatih pengurus teras NLD tentang materi yang berkisar pada topik pembentukan partai politik modern dan peran dalam transisi demokrasi. ”Secara umum sambutan peserta luar biasa. Mungkin karena mereka lama terkekang oleh rezim militer, sehingga sangat antusias dalam berdiskusi dan mengikuti pelatihan semacam ini,” kata Budi. Di tengah kesibukan, Aung San Suu Kyi hadir dan ikut menjadi peserta dalam beberapa sesi pelatihan tersebut. Budi menyatakan sangat bangga dan terhormat bisa melakukan tugas tersebut. Dia berharap peran itu dapat mengangkat nama baik Indonesia di mata internasional. ”Selain itu, saya juga berharap bisa memenuhi harapan Suu Kyi agar berperan dalam mempererat hubungan rakyat dan pemerintah Indonesia dengan Myanmar. Kedua negara memiliki berbagai macam kesamaan yang bisa menjadikan keduanya sebagai sahabat yang baik,” tambahnya. Sumber: suaramerdeka.com

Minggu, 18 November 2012

Pergeseran Perilaku Pemilih Indonesia

Pergeseran Perilaku Pemilih Indonesia “ELECTIONS are won and lost on imagery,” kata Mary Spillane, konsultan politik di Amerika Serikat, mengomentari perkembangan proses pemilu di negara demokrasi. Ideologi dan sistem nilai kini sudah ditanggalkan di atas altar popularitas. Persuasi politik menjadi bahan olokan hasil-hasil polling popularitas. Tidak hanya kebijakan, para pemimpin juga dipilih dan ditinggalkan menurut arah angin opini publik yang bertiup. Citra seorang pemimpin-ekstremnya-akan lebih dipertimbangkan ketimbang kemampuan dan intelektualitasnya. Oleh karena itu, proses penyampaian pesan politik menjadi lebih penting daripada isinya sendiri. Pendek kata, integritas politik sudah dinomorduakan. Pencitraan jauh lebih dihargai daripada sebelum-sebelumnya. Politik adalah popularitas. Di dunia popularitas semacam ini, media massa, terutama televisi, menjadi panglimanya. Seymour (1989) mengatakan bahwa televisi kini merupakan bagian yang sudah terintegrasi dari kehidupan politik. Kemampuan televisi untuk menjangkau pemirsanya secara cepat dan luas, mulai dari yang tinggal di apartemen mewah hingga ke pelosok dusun, membuatnya selalu diburu oleh mereka yang hidup dari popularitas. Oleh karena itu, kandidat pejabat publik harus sangat memerhatikan penampilan dirinya ketika tampil di televisi. Mereka harus secara jeli memerhatikan baju apa yang harus dipakai, bagaimana intonasi kalimat-kalimat pidatonya, bagaimana style rambut harus ditata, aksesori apa yang mesti dipakai atau dilepas untuk memperkuat citra dirinya. Pertimbangan semacam itu pada dasarnya mengarah pada bagaimana citra diri kandidat akan dibangun di hadapan publik. Pembangunan citra diri kandidat tersebut tentunya berdasarkan hasil rekomendasi market research; apakah akan dicitrakan sebagai sosok yang cerdas, berwibawa, religius, atau yang lainnya. FENOMENA semacam ini yang bakal ditemukan dalam dunia politik Indonesia ke depan. Atau, paling tidak, fenomena ini sudah tergambar pada pemilu presiden kedua kemarin. Pada pemilu yang untuk pertama kalinya kandidat presiden dipilih secara langsung tersebut, sumber informasi utama tentang kandidat presiden diperoleh pemilih melalui televisi. Dari televisilah pemilih mendapatkan gambaran citra diri dari masing-masing kandidat presiden. Survei preferensi pemilih yang dilakukan LP3ES pada pemilu presiden lalu menunjukkan bahwa mayoritas pemilih menentukan pilihannya karena mendapat informasi dari televisi (66,2 persen), sedangkan media lainnya, seperti radio, koran, dan rayuan langsung tim sukses hanya 33,8 persen. Para pemilih Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK), sebanyak 72,7 persen, juga mengakui bahwa mereka dipengaruhi oleh media televisi dibanding media lain saat menentukan pilihannya. Sementara mereka yang mencoblos Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi hanya 56 persen yang mengakui dipengaruhi oleh media televisi dibanding media lain saat menentukan pilihannya. Fenomena lainnya, pemilih Indonesia menjadi tampak lebih independen terhadap elite partai politik. Partai politik sudah tidak menjadi referensi utama lagi bagi pemilih. Justru pencitraan diri yang positif yang dibangun melalui media televisi kini menjadi referensi utama bagi pemilih kita. Oleh karena itu, keinginan elite politik tidak selamanya sebangun dengan keinginan para pendukungnya. Masih segar dalam ingatan kita, pada pemilu kemarin elite Partai Golkar dan PPP bersama PDI-P membentuk mesin suara, yakni Koalisi Kebangsaan, untuk memenangkan Megawati-Hasyim. Jajaran pengurus kedua partai politik tersebut dari mulai pusat sampai ke desa kemudian melakukan “sosialisasi” ke massa pendukungnya secara all out. Namun, apa dikata, hasil quick count LP3ES dan beberapa lembaga lainnya menunjukkan pasangan SBY-JK mengungguli perolehan suara pemilih. Hasil survei mengatakan sebagian besar massa pendukung Partai Golkar dan PPP memercayakan suaranya ke SBY-JK dan mengabaikan imbauan elite politiknya yang mendukung pasangan Megawati-Hasyim. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa massa pendukung partai-partai politik yang menyatakan diri netral, seperti PAN dan PKB, juga ramai-ramai memberikan suaranya kepada pasangan SBY-JK. Sebanyak 77 persen massa pendukung PAN lari ke pasangan SBY-JK. Sementara massa pendukung PKB yang mendukung SBY-JK sebesar 66 persen. Kalangan Muhammadiyah juga ramai-ramai mendukung pasangan SBY-JK meski Amien Rais hanya memberikan dukungan kepada SBY-JK dengan malu-malu. Nahdliyin juga tetap ramai-ramai menuju TPS menggunakan hak pilihnya walaupun Gus Dur menyatakan diri golput. Hanya kebijakan elite PKS dan PDS yang masih sebangun dengan pilihan politik massa pendukungnya. Persoalannya, apakah pergeseran perilaku pemilih semacam ini sehat bagi perkembangan kehidupan politik Indonesia ke depan? Apabila dilihat dari kacamata partisipasi politik, hal ini tentunya sangat baik. Dengan pemilu langsung, setiap warga negara diberi hak yang sama untuk memilih pemimpin yang mereka sukai. Kehidupan negara tidak lagi hanya ditentukan oleh elite politik, tetapi harus memerhatikan suara orang-orang yang terpinggirkan baik secara ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Kendati demikian, tegaknya negara demokrasi juga membutuhkan kedewasaan pemilih. Seperti yang dikatakan John Stuart Mill bahwa hanya pemilih yang rasional dan well informed yang bisa menjamin demokrasi bisa berjalan dengan baik. Demokrasi bisa menyeleksi pemimpin yang paling bijaksana, paling jujur, dan paling tercerahkan di antara warga negaranya sendiri. SEBAB itu, di sini dibutuhkan media massa, seperti kata Habermas, yang mampu berperan sebagai instrumen atau forum diskusi publik yang mencerahkan, rasional, kritis, dan tidak bias terhadap pembahasan kepentingan umum seperti urusan politik dan kebudayaan. Media yang memberikan edukasi politik, yang menyediakan platform untuk diskursus politik publik, memberikan fasilitas untuk mengalirnya opini publik dan umpan baliknya. Media massa, terutama televisi, tidak hanya memosisikan diri sebagai media infotainment. Apabila media massa seperti ini yang dominan, maka yang akan muncul adalah politisi selebritis. Politisi yang selalu sibuk dengan pencitraan diri di media massa tanpa pernah memikirkan arah perkembangan bermasyarakat dan bernegara. Kisah paling tragis adalah yang pernah dialami masyarakat Filipina dengan presidennya, Joseph “Erap” Estrada. Awalnya Erap, demikian nama populernya, adalah Philippines Idol yang sangat digandrungi rakyatnya. Melalui televisi dan media massa lainnya, dia mencitrakan sebagai sosok yang cakap, tegas, hidup penuh sahaja, sosok yang dibutuhkan oleh rakyat Filipina yang sedang berjuang dengan kemiskinan, korupsi, dan kriminalitas. Namun, belakangan, setelah Estrada menjadi presiden, baru diketahui dalam real life- nya Estrada adalah sosok yang korup dengan gaya hidup yang foya-foya. Rakyat Filipina pun menjadi kecewa dan marah kepada Estrada. Singkat cerita, melodrama politik ini berakhir dengan dijebloskannya Estrada ke hotel prodeo. *)Artikel ini telah dimuat di KOMPAS. Quick Count Pilkada Sekilas Tentang Quick Count dan Exit Poll Kegiatan terakhir dari rangkaian program survei popularitas di Kota Medan adalah kegiatan Perhitungan Cepat (Quick Count) hasil perolehan suara Pilkada dan Exit Poll. Quick Count atau penghitungan suara cepat adalah proses pencatatan hasil perolehan suara di ratusan bahkan ribuan TPS yang dipilih secara acak. Quick Count adalah prediksi hasil pemilu berdasarkan fakta bukan berdasarkan opini. Karena itu ia tidak sama dengan jajak pendapat terhadap pemilih yang baru saja mencoblos atau yang biasa disebut Exit Poll. Quick Count tidak mendasarkan diri pada opini siapapun, melainkan berbasis pada fakta lapangan, yaitu perolehan suara di TPS. Organisasi yang melakukan Quick Count mengumpulkan data dari tiap TPS, dan berusaha melakukan penghitungan cepat dari daerah pantauan yang dipilih secara acak. Para pemantau berada di TPS, dan melaporkan secara langsung proses pemungutan dan penghitungan surat suara. Exit Poll ini adalah bentuk pencarian data kualitatif untuk mendukung data-data kuantitatif hasil Quick Count. Dengan kata lain, EXIT POLL adalah hasil analisis opini pemilih. Melalui Exit Poll ini, informasi-informasi seperti kandidat pilihan, parpol pilihan, demografi, afiliasi politik dan keagamaan dll dapat diketahui. Metodologi dan Penarikan Sampel Quick Count dilakukan berdasarkan pada pengamatan langsung di TPS yang telah dipilih secara acak. Unit analisis Quick Count ini adalah TPS, dengan demikian penarikan sampel tidak dapat dilakukan sebelum daftar TPS atau desa yang akan dipantau tersedia. Kekuatan data Quick Count sebenarnya bergantung pada bagaimana sampel itu ditarik. Pasalnya sampel tersebut yang akan menentukan mana suara pemilih yang akan dipakai sebagai basis estimasi hasil pemilu. Sampel yang ditarik secara benar akan memberikan landasan kuat untuk mewakili karakteristik populasi. Estimasi Quick Count akan akurat apabila mengacu pada metodologi statistik dan penarikan sampel yang ketat serta diimplementasikan secara konsisten di lapangan. Kekuatan Quick Count juga sangat tergantung pada identifikasi terhadap berbagai faktor yang berdampak pada distribusi suara dalam populasi suara pemilih. Apabila Pemilu berjalan lancar tanpa kecurangan, akurasi Quick Count dapat disandarkan pada perbandingannya dengan hasil resmi KPU. Tetapi apabila Pemilu berjalan penuh kecurangan, maka hasil Quick Count dapat dikatakan kredibel meskipun hasilnya berbeda dengan hasil resmi KPU. Oleh karena itu Quick Count biasanya diiringi dengan kegiatan lain yaitu pemantauan yang juga menggunakan metode penarikan sampel secara acak.Untuk kegiatan QC ini ISPP melakukan sampling sebanyak 300 TPS yang tersebar diseluruh kecamatan di Kota Medan. Untuk kegiatan Exit Poll ini ISPP mewawancarai 1250 responden. Untuk melakukan kegiatan tersebut ISPP merekrut lebih dari 300 relawan. Untuk menjamin akurasi data, ISPP juga melakukan verifikasi data secara langsung via telepon saat itu juga terhadap relawan serta penyerahan Lembar konfirmasi yang ditanda tangani KPPS. Komunikasi Data Jumlah lokasi pantauan (TPS) yang mencapai ratusan dengan melibatkan ratusan orang relawan, tentu bukan pekerjaan sederhana, terutama dalam aspek komunikasi data. Organisasi pelaksana mesti menyiapkan perangkat komunikasi data yang terpusat. Arus komunikasi dilakukan dua arah: dari relawan (di lokasi TPS terpantau) untuk pengiriman data lapangan dan dari pusat untuk tujuan pengecekan. Untuk komunikasi data pada Quick Count dan Exit Poll Pilkada Medan ini, ISPP adalah lembaga yang pertama kali menggunakan teknologi sms(short message service) di Indonesia. Tak heran, jika dalam waktu satu jam setelah penghitungan, pemenang Pilkada Medan sudah dapat diketahui. Jaringan telepon disediakan hanya untuk mem-back up- jika sewaktu-waktu terjadi kendala serta verifikasi data. Kegiatan Quick Count dan Exit Poll ini diakhiri dengan jumpa pers yang dilakukan pada tanggal 27 dan 28 Juni 2005 di Garuda Plaza Hotel Medan. AKURASI QUICK COUNT Untuk mengukur tingkat akurasi hasil Quick Count dapat dilakukan dengan membandingkan hasil Quick Count dengan perhitungan resmi perolehan suara yang dilakukan oleh KPUD. Berdasarkan perbandingan antara hasil Quick Count ISPP dengan hasil resmi KPUD Kota Medan ternyata hanya selisih 0.8%. Berikut table dan grafik perbandingan hasil. Perbandingan antara hasil KPUD dengan Quick Count ISPP: A.Kandidat Maulana-Sigit -Hasil KPUD: 37.45% -Hasil QC : 36.65% -Selisih : – 0.8% B.Kandidat Abdillah-Ramli -Hasil KPUD: 62.55% -Hasil QC : 62.35% -Selisih : + 0.8% Pendampingan Pemenangan Pilkada Garis Besar Kesepakatan Untuk Program “Menang Baru Bayar, Kalah Tidak Usah Bayar“ Bagi kami, tugas dari konsultan pemenangan pilkada adalah memenangkan kandidat dalam suatu pilkada. Tidak ada dalam kamus kami kalah dalam pilkada. Oleh sebab itu, kami memberikan garansi kepada semua klien bahwa kami hanya mau dibayar jika berhasil memenangkan pilkada. Untuk bisa menjalankan program pemenangan ini, secara Garis besar ada beberap point kesepakatan yang perlu disepakati antara kandidat dengan ISPP. Kesepakatan tersebut, yakni; 1. Pihak Kandidat Hanya Membayar Kepada ISPP jika Hanya Kandidat Menang 2. Pihak Kandidat Hanya Menyediakan/Menanggung Biaya Operasional (Komunikasi, Transportasi, Akomodasi, perlengkapan, Basecamp) dari tim ISPP 3. Pihak Kandidat Menyetujui Garis Besar Rencana Program dan Anggaran Pemenangan Yang disusun Tim ISPP 4. Pihak Kandidat Menyetujui Besaran Nilai Success Fee Yang Diajukan oleh tim ISPP 5. Kandidat Menandatangani Kontrak Kerja Sama Dengan ISPP Demikian garis besar kesepakatan kerjasama. Agar program pemenangan ini bisa berjalan dengan lancar tentunya juga dibutuhkan saling kepercayaan dan kejujuran dari kedua belah pihak. Survei Pilkada Perbandingan Hasil Survei ISPP dengan Hasil Resmi KPUD Kabupaten Tabalong menunjukan bahwa hasil survei ISPP sangat akurat. Pilkada Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan dilaksanakan tanggal 29 Oktober 2008. Berdasarkan pengumuman hasil resmi penghitungan KPUD Kabupaten Tabalong dinyatakan bahwa pasangan calon Anang Syakhfiani-Ridani Fiji (ASRI) memperoleh 30.197 atau 28.6 persen suara, pasangan calon Rahman Ramsy-Muchlis (RR+M) meraih 52.312 atau 49.6 persen suara, dan pasangan calon Gusti Kadarusman-Suyanto memperoleh 23.036 atau 21.8 persen suara. Sementara itu kurang lebih satu bulan sebelum Pilkada, ISPP melaksanakan survei di Kabupaten Tabalong. ISPP melaksanakan survei pada tanggal 15-21 September 2008. Metode pengambilan sample dalam survei ini menggunakan multistage random sampling. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 778 orang yang tersebar secara proporsional di semua kecamatan. Berdasarkan hasil survei ISPP, pasangan calon Anang Syakhfiani-Ridani Fiji (ASRI) memperoleh 30.4 persen suara, pasangan calon Rahman Ramsy-Muchlis (RR+M) meraih 51.0 persen suara, dan pasangan calon Gusti Kadarusman-Suyanto memperoleh 18.6 persen suara. Bila dibandingkan antara hasil resmi penghituang KPUD dengan hasil survei ISPP tersebut ternyata tidak jauh berbeda. Selisih rata-rata perolehan suara dari masing-masing kandidat hanya terpaut kurang lebih 2 hingga 3 persen saja. Hal ini menunjukan sekali lagi bahwa survei-survei yang dilakukan oleh ISPP selalu sangat akurat. Survei Pilkada Survei Pilkada Kabupaten Tabalong Laporan ini juga dipublikasi pada Banjarmasinpost, 25 Oktober 2008 Pasangan Calon Rahman Ramsy-Muchlis (RR+M) Berpeluang Besar Akan Menang Seperti kita ketahui bahwa pada tanggal 29 Oktober 2008 ini, Kabupaten Tabalong akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung. Dalam pilkada ini diikuti oleh tiga pasang calon yang akan memperebutkan kursi bupati dan wakil bupati untuk periode 2008-2013. Nomor urut satu adalah pasangan calon Anang Syakhfiani-Ridani Fiji. Nomor urut dua adalah pasangan calon Rahman Ramsy-Muchlis. Sedangkan nomor urut tiga adalah pasangan calon Gusti Kadarusman-Suyanto. Pada tanggal 15 hingga 21 September 2008, Institut Survei Perilaku Politik (ISPP) melakukan survei pemetan politik di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Artinya, survei ini dilaksanakan sebelum masa kampanye resmi pilkada. Survai ini dilakukan dengan menggunakan modote sampling acak berjenjang (multistages random sampling). Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 778 orang yang tersebar secara proporsional di semua kecamatan yang ada di Kabupaten Tabalong. Margin of Error dari survai ini adalah sebesar +/- 3,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara dilakukan dengan cara tatap muka dengan menggunakan kuesioner. Untuk menjaga validitas data, survei ini menerapkan kontrol dengan melakukan spot chek ke lapangan. Tingkat Pedaftaran Pemilih Dalam survei ini, responden ditanyai berbagai macam hal, seperti tingkat pengetahuan tentang pilkada, motivasi dan sikap politik pemilih. Bedasarkan hasil survei tersebut, tampaknya sebagian besar masyarakat Tabalong sudah sangat siap melaksanakan pesta demokrasi lokal, pilkada. Ketika responden ditanya apakah mereka sudah terdaftar sebagai pemilih dalam Pilkada, sebagaian besar (84.6%) sudah merasa terdaftar sebagai pemilih. Yang menjawab belum terdaftar sebesar 2.7%. Sedangkan yang tidak menjawab atau menjawab rahasia sebanyak 12.7%. Tingkat Partisipasi Berdasarkan hasil survei ini juga nampak bahwa keinginan masyarkat Tabalong untuk berpartisipasi dalam pilkada juga tinggi. Ketika responden ditanya apakah mereka akan menggunakan hak pilihnya (mencoblos), sebanyak 78.9% menyatakan akan mencoblos, yang menjawab belum pasti mencoblos sebanyak 12.7%. Sedangkan yang menyatakan tidak akan mencoblos hanya sebesar 0.4%. Sementara yang tidak menjawab atau menjawab rahasia sebesar 8.0%. Oleh sebab itu bila tidak ada aral merintal pada hari H pencoblosan, partispasi masyarakat diperkirakan cukup tinggi. Siapapun pemenang dari pilkada ini memperoleh legitimasi yang tinggi. Tingkat Elektabilitas Pertanyaan yang paling penting pada survei kali ini adalah tentang pertanyaan tentang pasangan calon mana yang akan mereka pilih. Ketika responden ditanyai dengan mengunakan ’pertanyaan terbuka’ (responden tidak disodorkan nama-nama pasangan calon dan responden bebas menjawab siapa saja), sebanyak 35.7% menyatakan memilih pasangan calon Rahman Ramsy-Muchlis. Sebanyak 21.1% menyatakan menjawab pasangan calon Anang Syakhfiani-Ridani Fiji. Dan yang memilih pasangan calon Gusti Kadarusman-Suyanto sebanyak 12.1%. Sementara menyatakan golput sebanyak 0.1%. Yang memilih nama lainya sebanyak 0.1%. Yang tidak menjawab atau menyatakan rahasia sebesar 30.8%. Pergesaran perolehan suara juga tidak banyak mengalami pergeseran ketika responden ditanyai tentang siapa pasangan calon yang akan dipilih dengan menggunakan ’pertanyaan tertutup’ (responden disodori jawaban tiga pilihan pasangan calon). Sebanyak 38.6% menjawab akan memilih pasangan Rahman Ramsy-Muchlis. Yang menjawab akan memilih pasangan calon Anang Syakhfiani-Ridani Fiji sebanyak 23.0%. Sedangkan yang menyatakan akan memilih pasangan calon Gusti Kadarusman-Suyanto sebanyak 14.1. Sementara yang masih tidak menjawab atau menjawab rahasia sebanyak 24.3%. Bila melihat jumlah masyarakat yang menyatakan rahasia atau tidak mejawab, mungkin masih bisa dikatakan bahwa peluang dari masing-masing kandidat masih terbuka. Namun peluang yang paling besar untuk memenangkan pilkada ini adalah pasangan calon Rahman Ramsy-Muchlis. Kemungkinan Berubah Pilihan Peluang dari masing-masing pasangan calon juga bisa dilihat dari kemungkinan pergeseran atau perubahan sikap pemilih. Ketika responden ditanya apakah pilihan mereka sudah tetap atau masih ada kemungkinan berubah. Hal menarik yang bisa dicatat disini adalah bahwa sebanyak 53.3% menyatakan pilihannya sudah tetap. Sedangkan responden yang menyatakan masih mungkin berubah sebanyak 18.1%. Sisanya sebanyak 28.5% masih tidak menjawab atau menjawab rahasia. Artinya 71.4% masyarakat Tabalong sudah menentukan pilihanya sebelum masa kampanye dimulai. Hal ini wajar karena sebenarnya sikap politik masyarakat sudah terbentuk jauh hari sebelum masa kampanye formal. Masyarakat sudah jauh-jauh hari sudah melihat berbagai media out-door yang dipasang oleh pasangan calon. Dan masyarakat sudah melakukan penilaian jauh-jauh hari sebelum masa kampanye formal. Alasan Utama Memilih Calon Masyarakat memiliki alasan tersendiri mengapa mereka memilih pasangan calon. Oleh sebab itu, pada survei ini kami ingin mengetahui apa alasan utama mereka dalam menentukan pilihan. Berdasarkan hasil survei ini terungkap bahwa alasan utama responden memilih pasanga calon adalah alasan kemampuan memimpin (27.1%). Kemudian disusul oleh alasan kedekatan dengan masyarakat sebesar 23.1%. Disusul pengalaman kerja (14.4%), Partai pendukungnya (5.5%), program kampanye (5.4%), hubungan keluarga (3.1%), kesamaan agama (1.8%), kesamaan suku (0.8%), didukung oleh tokoh agama (0.6), lainya (1.3%). Sementara yang tidak menjawab atau menajwab rahasia sebesar 15.8% Demikianlah garis besar hasil survei yang kami lakukan. Kesimpulan yang bisa ditarik dari hasil survei ini adalah kondisi masyarakat Tabalong sangat kondusif untuk melaksanakan pilkada. Masyarakat Tabalong tampaknya sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan politiknya. Semoga pilkada di Kabupaten Tabalong ini berjalan dengan sukses dan damai. Survei Pilkada Survei Pilkada Survei Pilkada adalah nama lain dari survei pemetaan politik. Survei Pemetaan Politik adalah survei yang digunakan untuk melihat peta politik menjelang pilkada. Tujuan dari Survei Pemetaan Politik berbeda dengan survei popularitas atau survei pilkada yang biasa dilakukan oleh lembaga survei lainya. Tujuan dari survei pemetaan politik ini adalah tidak sekedar untuk mengukur popularitas tetapi juga mengungkap berbagai potensi dan kelemahan dari semua kandidat. Survei pemetaan politik juga akan mengungkap prefensi pemilih, media komunikasi, isu yang berkembang secara lebih lengkap. Oleh sebab itu hasil survei pemetaan politik sangat pas dengan kebutuhan tim sukses pilkada. Metodologi 1. Wawancara Survei ini dilakukan dengan wawancara tatap muka dan bukan wawancara melalui telepon. Wawancara tatap muka mempunyai kelebihan dibanding wawancara telepon karena bisa menjangkau semua pemilih baik kaya maupun miskin. 2. Keterwakilan populasi Metodologi yang dipakai adalah multi stage random sampling atau acak berjenjang. Dengan metode ini semua kecamatan di kabupaten PANDEGLANG terpilih. Dari setiap kecamatan akan dipilih beberapa desa dengan mempertimbangkan proporsi jumlah desa dan kabupaten. Setelah desa sampel terpilih maka akan dipilih sejumlah rumah tangga. Seorang responden yang berusia 17 tahun ke atas, kemudian akan dipilih dalam rumah tangga tersebut untuk diwawancarai. Komposisi jumlah responden perempuan dan laki-laki juga menjadi pertimbangan. 3. Jumlah sampel dan margin of error Jumlah sampel yang diambil akan berimplikasi pada tingkat kesalahan atau margin of error (moe). Semakin kecil margin of error semakin tepat prediskis survei. Dengan margin off error 3% maka hasil survei bisa dimungkinkan kurang atau lebih 3 %. Misalnya kandidat diprediksikan mendapatkan dukungan dari 25% pemilih, maka dukungan rielnya bisa 22% sampai dengan 28%. Apabila tingkat persaingan diantara kandidat sangat ketat, sebaiknya kandidat memilih risiko kesalahan yang lebih kecil yaitu dengan memilih 1,250 reponden. 4. Output Output dari kegiatan ini akan dituliskan laporan, yaitu tentang: (1)Kandidat mana yang paling difavoritkan dan tidak terlalu difavoritkan oleh masyarakat. (2 Segment atau kelompok sosial mana yang mendukung dan tidak mendukung masing-masing kandidat (3 Melalui media apa masyarakat mengenal para kandidat (4)Cara-cara kampanye apa yang paling disukai dan tidak disukai oleh masyarakat. (5)Citra positif dan negatif apa dari masing-masing kandidat di mata masyarakat. (6)Citra ideal pemimpin yang bagaimana yang diinginkan oleh masyarakat (7)Bagaimana cara-cara meningkatkan atau memperbaiki citra kandidat di mata masyarakat. (8)Program-program pembangunan apa yang mesti diprioritaskan menurut masyarakat.

Senin, 05 November 2012

Pilkada Jabar

LENSAINDONESIA.COM: Kemenangan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP),Joko Widodo atau Jokowi dalam Pilkada DKI Jakarta tampaknya membuat partai ini tak ingin asal-asalan menjaring kader-kader terbaiknya untuk bertarung dalam pemilu kepala daerah. Terbukti, meski Pilkada Jawa Barat tinggal tersisa empat bulan lagi, PDIP hingga saat ini masih bungkam soal calon yang bakal diusung. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP, Dewi Ariyani mengatakan, DPP PDIP masih melakukan pembahasan serius mengenai bakal calon yang akan diusung. Ia meminta semua pihak, termasuk media bersabar menunggu pengumuman oleh DPP PDIP. “Tunggu saja ya, akan ada kejutan,” ungkapnya. Dewi juga menolak menyinggung apa saja kriteria kader yang akan mereka usung, mengingat jika kemenangan Jokowi di DKI dijadikan acuan, maka mencari kader sekelas itu bukanlah hal mudah. Sebelumnya, beredar kabar bahwa PDI Perjuangan bakal mengusung kadernya sendiri, anggota Komisi X DPR, Rieke Diah Pitaloka, sebagai calon gubernur. Belakangan, PDI Perjuangan justru dikabarkan sedang membahas kemungkinan ‘menduetkan’ Dede Yusuf, calon yang diusung Partai Demokrat, dengan Rieke. Sejumlah hasil survei memang memprediksikan keduanya berpeluang besar jadi ‘duet maut’ jika dipasangkan dalam pilkada mendatang.@hairul Editor: khairul fahmi Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka mengaku senang dan cocok bila berpasangan dengan mantan Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Teten Masduki sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat. "Bila memang saya mendapat mandat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai calon gubernur Jawa Barat. Insya Allah, saya merasa cocok berpasangan dengan Teten," kata Rieke di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis. Tapi, keinginan itu harus menunggu sikap resmi Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. "Mudah-mudahan seminggu lagi ada keputusan," kata Rieke yang merupakan anggota Komisi IX DPR RI. Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) akan mengusung calon gubernur dari Partai Demokrat, Dede Yusuf dengan mengajukan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAN, Edi Darnadi. "Ya kita mengusung Dede Yusuf dengan mengajukan Edi Darnadi sebagai calon wakil gubernur Jabar," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN, Viva Yoga Mauladi. Viva mengaku tidak tahu alasan DPP PAN mengusung Dede Yusuf, sosok yang pindah dari PAN ke Partai Demokrat. "Wah kalau itu, saya tak bisa menjawabnya," elak Viva. (Zul) Editor: Aditia Maruli INILAH.COM, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sangat hati-hati memutuskan nama yang akan maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini memiliki berbagai pertimbangan karena Jabar sebagai salah satu barometer Pemilu 2014. "Jawa Barat itu sangat penting buat 2014. Jadi kami sangat hati-hati," tandas Ketua Pemenangan Pilkada Jabar, Maruarar Sirait di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/10/2012). Menurut dia, PDIP belum memutuskan koalisi di Pilkada Jabar. Meski demikian, partainya telah melakukan komunikasi dengan seluruh partai politik. "Kita sudah melakukan komunikasi dengan semua partai. Pilkada Jabar harus bermanfaat buat Jabar. Kami harus memastikan ada kaitan kuat, dan pasti buat perubahan kesejahteraan Jabar," kata Maruarar, yang biasa disapa Arar itu. Arar juga menjelaskan, bahwa koalisi PDIP dengan Partai Gerindra tidak koalisi mati. Sebab, suara PDIP mencukupi untuk mencalonkan sendiri. Artinya, ada kemungkinan PDIP tidak berkoalisi dengan Partai Gerindra karena partai binaan Prabowo Subianto ini akan mengusung Teten Masduki sebagai calon gubernurnya. Sedangkan PDIP hampir pasti mengusung Rieke Diah Pitalola maju di Pilkada Jabar 2013. Sebab, hasil survei yang dilakukan PDIP memastikan Rieke pemeran Sinetron Bajaj Bajuri yang memerankan perempuan lugu bernama Oneng itu menduduki posisi teratas. "Survei yang dilakukan PDIP, nama Rieke, dan Dede Yusuf (Partai Demokrat) bersaing ketat," kata Arar. Dalam survei terakhir PDIP dengan lembaga yang berbeda. "Hasilnya survei Rieke dan Dede menduduki tempat tertinggi," tambahnya. [yeh] Bandung, Seruu.com - Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat siap menyelenggarakan tahapan pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur untuk Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Jawa Barat 2013-2018. dan masa pendaftaran bagi cagub/cawagub akan dimulai pada tanggal 4 hingga 8 November 2012. "Pada dasarnya, baik secara regulasi ataupun teknis sudah kami persiapkan untuk pendaftaran calon ini," kata Ketua KPU Jawa Barat, Yayat Hidayat, ketika dihubungi melalui telepon, Jumat. Untuk pendaftaran cagub/cawagub tersebut dimulai dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB di kantor KPUD Jalan Garut, Kota Bandung dan kecuali untuk hari terakhir, pendaftaran akan ditutup hingga pukul 24.00 WIB. "Kita juga berkoordinasi termasuk dengan pihak kepolisian juga telah dilakukan. Jadi berkaca pada Pilgub lima tahun lalu, biasanya pendaftaran di akhir-akhir atau 'injury time.' Namun kami imbau lebih baik awal saja biar tidak 'riweuh' meski kami sudah siapkan antisipasi," katanya. Menurut dia, saat ini pihaknya hanya tinggal menunggu surat keputusan (SK) kepengurusan dari partai politik peserta Pemilu tahun 2009 yang sah dan SK kepengurusan untuk memastikan jika partai-partai tersebut memang sah memiliki dukungan atau suara dalam Pilgub Jabar tersebut. "Kemudian untuk kesiapan tempat sendiri sampai sejauh ini tidak ada masalah sudah disiapkan juga. Termasuk dengan akan munculnya para pendukung yang biasanya turut serta ketika calon mendaftar. Aula KPU bisa menampung hingga 100 orang," ujarnya. [ms] PPP Siap Koalisi dengan PKS Menangi Pilgub Jabar PPP Siap Koalisi dengan PKS Menangi Pilgub Jabar Oleh: Jabar - Kamis, 25 Oktober 2012 | 11:28 WIB Share on facebook Share on twitter Share on google Share on email More Sharing Services INILAH.COM, Bogor - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Barat Rachmat Yasin menyatakan telah menolak untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Jabar 2013 mendatang. "Sejak semula saya sudah memutuskan untuk tidak ikut dalam Pilkada Jabar," katanya. Sebagai Ketua DPW PPP, Rachmat Yasin yang kini menjabat sebagai Bupati Bogor telah mengantongi izin dari pengurus pusat untuk maju dalam Pilgub Jabar 2013. Namun, dalam pernyataan politiknya, pria yang akrab disapa RY ini telah menyatakan tidak akan ikut dalam pertarungan kepala daerah tersebut. Menurut RY, meski menolak tawaran, namun tidak menutup kemungkinan pihaknya untuk berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan memenangkan Aher pada Pilkada Jabar. "Meski saya menolak untuk jadi wakilnya tapi tidak menutup kemungkinan PPP akan berkoalisi dengan PKS untuk memenangkan pasangan Aher," katanya. RY mengatakan, saat ini kemungkinan koalisi antara PPP dan PKS masih dalam pembahasan internal partai. Pihaknya juga tengah melakukan komunikasi politik dengan beberapa partai, termasuk partai-partai besar. Lebih lanjut RY menyebutkan, saat ini dirinya lebih fokus dalam membesarkan PPP dan melahirkan kader pemimpin di Jawa Barat. Ia mencontohkan keberhasilan kader PPP merebut jabatan Wakil Bupati Garut yang ditinggalkan artis Dicky Chandra. Selain itu, dua kader PPP juga berhasil menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tasikmalaya. Yang terbaru, istri Wakil Ketua DPW PPP Jabar HM Itoch Tohija yakni Ny Aty Itoch Tohija berhasil memenangkan Pilwalkot Cimahi. RY mengklaim jika sudah banyak kader PPP yang jadi kepala daerah di Jawa Barat maka tidak sulit bagi DPW PPP Jabar memenangkan Pemilu Gubernur Jabar. "Selain dapat membesarkan partai, saya juga lebih punya banyak waktu untuk memantau dan mengendalikan pilkada-pilkada yang digelar di sejumlah kota dan Kabupaten di Jawa Barat," katanya. [ito] REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Jawa Barat Pulihono menuturkan strategi partainya di Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur Jawa Barat 2013 tidak akan sama dengan strategi Partai Golkar saat di Pilkada DKI Jakarta. "Strategi politik yang dijalankan untuk Pilgub Jabar nanti dipastikan akan berbeda dengan apa yang dilakukan di Pilgub DKI kemarin," kata Pulihono di Bandung, Jumat (2/11). Ia menuturkan, kekalahan partai berlambang pohon beringin di Pilkada DKI Jakarta tidak akan membuat ciut nyali DPD Partai Golkar Jabar saat menghadapi Pilgub Jabar 2013. Menurut dia, jika dilihat dari segi geografis dan karakteristik masyarakatnya, Pilgub Jabar dengan Pilkada DKI Jakarta jelas tidak sama sehingga jangan disamakan antara DKI Jakarta dan Jabar. "DKI Jakarta dengan Jabar jelas berbeda dong, dari segi karakter masyarakatnya pun sangat berbeda. Kemudian dari letak giografis nya pun sudah berbeda," katanya. Salah satu strategi politik yang dilakukan partainya untuk menghadapi Pilgub Jabar, kata Pulihono adalah dengan memilih Ketua DPD Partai Golkar Jabar Irianto MS Syafiuddin alias Yance menjadi calon gubernur Jabar. " Yance adalah kader terbaik yang dimiliki golkar Jabar, oleh karenanya kami sangat pede' menghadapi Pilgub Jabar. Bukannya kita jumawa, tapi kita punya cagub yang punya kualitas sangat bagus dan punya pengalaman di pemerintahan selama 10 tahun, sukses pula," katanya. Dikatakannya, rasa 'pede' mengusung Yance sebagai cagun Jabar bukan tanpa alasan karena selain memiliki kapabilitas yang mumpuni, ribuan kader dan bagian 'marketing partainya' juga siap 'menjual' Yance kepada masyarakat Jabar. "Kami juga punya ribuan relawan yang siap menjadi 'marketing' menjual dan memenangkan pilgub Jabar. Jadi Insya Allah kursi Jabar satu bisa kami diraih di Pilgub Jabar tahun depan," katanya. Redaktur: Djibril Muhammad Sumber: Antara