Minggu, 24 April 2011

Menimbang Calon Perseorangan

Kamis, 7 April 2011 | 03:06 WIB

Dewan Perwakilan Daerah menawarkan gagasan calon presiden dan wakil presiden dari jalur perseorangan. Wacana tersebut akan mengurangi dominasi partai politik sebagai sarana perekrutan politik di tingkat nasional.

Gagasan calon presiden dan wakil presiden perseorangan itu dituangkan dalam draf perubahan kelima Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disusun Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketentuan tersebut diusulkan diatur dalam Pasal 6A Ayat (2) draf amandemen UUD yang berbunyi, ”pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden berasal dari usulan partai politik peserta pemilihan umum atau perseorangan”.

DPD berupaya mengakomodasi keberadaan calon presiden-wapres dari jalur perseorangan dengan alasan ingin mewujudkan demokratisasi dalam pemilihan umum (pemilu). DPD memandang semua warga negara memiliki hak sama di dalam hukum dan pemerintahan.

Alasan filosofis bahwa dalam negara demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat juga dijadikan pertimbangan. Apalagi masalah kedaulatan di tangan rakyat dijamin dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945. ”Jadi calon perseorangan itu sah-sah saja karena rakyat yang berdaulat, bukan parpol,” kata John Pieris, anggota DPD yang menjadi tim perumus rancangan perombakan kelima UUD 1945.

DPD juga beralasan calon perseorangan sudah dipraktikkan di berbagai negara demokrasi. Salah satunya Amerika Serikat yang memberikan jaminan perseorangan untuk turut dalam pemilihan presiden dan wapres. ”Memang belum ada calon perseorangan yang lolos menjadi presiden. Tetapi, bagi kami, yang penting adalah konstitusi menjamin calon perseorangan,” ujar John Pieris.

Gagasan calon presiden-wapres perseorangan itu mendapat respons positif dari para pakar hukum tata negara. Irmanputra Sidin, misalnya, menganggap calon perseorangan dapat mengurangi oligarki parpol. Selama ini presiden tersandera oleh kekuasaan parpol yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan Koalisi Parpol Pendukung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.

Sistem pemerintahan presidensial tidak berjalan efektif karena pemerintahan terkesan disetir oleh kepentingan parpol koalisi. Dengan adanya calon perseorangan, diharapkan sistem presidensial bisa berjalan efektif.

Selain itu, menurut Irman, calon perseorangan juga dapat mencegah oligarki politik. Pemerintahan tidak akan dikuasai oleh sekelompok orang karena semua warga negara memiliki peluang yang sama untuk mencalonkan diri.

Dibukanya jalur perseorangan juga menguntungkan masyarakat politik. Peluang bagi elite politik mencalonkan diri sebagai presiden dan wapres semakin terbuka lebar. Mereka tak perlu lagi menunggu dicalonkan oleh parpol karena bisa maju melalui jalur perseorangan.

Para elite politik yang parpolnya tidak memenuhi syarat mengajukan calon presiden dan wapres pun masih tetap bisa mencalonkan diri melalui jalur perseorangan. Seperti warga negara lain, mereka dapat meminta dukungan masyarakat untuk maju sebagai calon presiden atau wapres.

Tamparan bagi parpol

Munculnya gagasan calon perseorangan bisa jadi merupakan ekses dari menurunnya kepercayaan masyarakat kepada parpol. Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, M Fajrul Falaakh, berpendapat, usulan calon presiden dan wapres dari jalur perseorangan merupakan koreksi untuk parpol. Selama ini parpol gagal mengakomodasi aspirasi masyarakat.

Kalangan parpol juga menganggap usulan calon perseorangan sebagai masukan atau kritik untuk parpol. ”Ide ini tamparan keras bagi parpol,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo.

Usulan dibukanya jalur perseorangan berarti kepercayaan masyarakat kepada parpol semakin turun. Parpol dianggap gagal melakukan perekrutan politik sehingga masyarakat merasa perlu ada saluran perekrutan lain.

Meski demikian, sejumlah parpol tidak setuju jika jalur perseorangan dijadikan jalan keluar. Itu karena hal tersebut berarti melemahkan fungsi dan peran parpol sebagai satu-satunya lembaga perekrutan politik. Padahal saat ini kalangan DPR tengah berupaya menguatkan peran dan fungsi parpol sebagai pilar demokrasi.

Hal lain yang perlu diingat oleh DPD adalah belum ada sejarah calon perseorangan lolos menjadi presiden, termasuk di Amerika Serikat. Henry Ross Perot yang mencalonkan diri sebagai presiden AS melalui jalur perseorangan, misalnya, hanya meraih posisi ketiga setelah William Jefferson Clinton dan George Herbert Walker Bush pada pemilihan umum tahun 1992.

Jika merujuk pada penolakan parpol serta pengalaman negara lain, apakah DPD masih berani memperjuangkan calon perseorangan masuk dalam perubahan konstitusi? (ANITA YOSSIHARA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar